11 Apr 2012

PENDIDIKAN PERIODE MADRASAH

PENDAHULUAN

Pendidikan yang dilaksanakan pada masa awal perkembangan islam berfilsafat informal yang penamaan lebih terkait dengan upaya-upaya dakwah islamiyah, penyebaran dan dasar-dasar keperayaan serta ibadah Islam. Sedangkan pendidikan formal islam baru muncul dengan kebangkitan madrasah.
Lembaga pendidikan madrasah adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan dalam bentuk masjid, karena banyaknya murid-murid yang datang dari luar kota untuk belajar di masjid menuntut danya tempat tinggal yang disebut dengan khan (semacam asrama) sehingga terjadi perubahan dari masjid kemasjid khan. Selanjutnya dari masjid khan berubah kebentuknya ke bentuk madrasah.
Dengan adanya madrasah bertanda bahwa pendidikan islam telah mengalami kemajuan pesat. Masjid yang telah tumbuh sejak masa awal islam pada dasarnya hanya berfungsi sebagai tempat ibadah dengan sedikit kegiatan pendidikan didalamnya. Masjid khan walaupun telah menyelenggarakan kegiatan pendidikan namun kegiatan pendidikan bukanlah merupakan faktor utama. Dengan adanya madrasah maka kegiatan pendidikan semakin sempurna. Madrasah bukanlah sebagai pengganti masjid kenyataanya madarasah mempunyai masjid didalamnya nmun rumah ibadah bukanlah fungsi utama dari madrasah.


PEMBAHASAN

  1. Pengertian Madrasah
Madrasah merupakan isim makan dari katab darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumh, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.

B. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Madrsah
Dalam sejarah pendidikan islam makna dari madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat islam selama pertumbuhan adan perkembangannya. Sebab pemakaian istilah madrasah secara definitife baru muncul pada abad ke-11. Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi tersebut antara lain; George Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui tiga tahap; pertama tahap masjid, kedua tahap masjid khan, dan ketiga tahap madrasah. Sedangkan Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid ke madrasah terjadi secara langsung Karena disebabkan oleh konsekuensi lagis dari semakin ramainya kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak hanya dalam kegiatan ibadah (dalam arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan sebagainya.
Terkait dengan sejarah munculnya madrasah, para pemerhati sejarah berbeda pendapat tentang madrasah pertama yang berdiri namun dalam ada beberapa pendapat yang cukup representatif yang bisa diungkapkan tentang sejarah pertama berdirinya madarasah sebagai institusi pendidikan islam pada masa awal. Menurut Ali al-Jumbulati (1994) sebelum abad ke-10 M dikatakan bahwa madrasah yang pertama berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah dikota Nisabur. Disebut al-Baihaqiah karena ia didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w. 414 H). pendapat ini diperkuat juga oleh Hasan Ibrahim Hasan.
Kedua pendapat diatas diperkuat oleh hasil penelitian Richard Bulliet (1972) yang menemukan dalam dua abad sebelumnya berdirinya madrasah Nizamiah telah berdiri madrasah di Nisapur, yaitu Madrasah Miyan Dahliya yang mengajarkan fiqih Maliki. Abdul al-Al (1977) menjelaskan bahwa pada masa sultan Mahmud al-Ghaznawi (998-1020) telah berdiri madrasah Sa’diyah. Demikian juga naji ma’ruf (1973) berpendapat bahwa madrasah pertama telah didirikan 165 tahun sebelum berdiri madrasah Nizamiyyah yaitu sebuah madrasah dikawasan Khurasa. Ia mengemukakan bukti di Tarikh al-Bukhori dijelaskan bahwa Ismail ibn Ahmad Asad (w. 295 H) memiliki madrasah yang dikunjungi oleh pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka.
C. Madrasah Nizamiyah
Pada tahun 1067 M Nizham al-Mulk mendirikan perguruan tinggi besar di Bagdad yang kemudian menjadi model bagi Islam ortodoks (salaf) yang diberi nama Nizhamiyah sesuai dengan nama pendirinya. Nizham al-Mulk tidak hanya mendirikan satu madrasah Nizhamiyyah yang ada di Bagdad saja, tetapi juga diberbagai daerah yang berada di bawah kekuasan Bani Saljuk yaitu di Balkh, Nisapur, Heart, Isfahan, Basrah, Merw, Anul, dan Mosul. Memang diantara madrasah yang didirikan Nizham al-Mulk yang paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyyah di bagdad.
Madrasah Nizhamiyyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk pada mulanya didasari motif sectarian yaitu untuk memajukan golongan sunni, namun pada perkembangan selanjutnya pengaruh madrasah Nizhamiyyah ini tidak hanya menguntungkan bagi kaum sunni saja tetapi juga berpengaruh positif terhadap perkembangan dunia islam pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Ada beberapa motif didirikannya madrasah Nizhamiyyah oleh Nizham al-Mulk di antaranya:
a) Pendidikan
Tidak diragukan lagi bahwa Nizham al-Mulk memberikan aperhatian yang besar terhadap pendidikan. Nizham al-Mulk adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Nizham al-Mulk menyadari pentingnya keberadaan madrasah dalam menyingkapi kekurangan sistem pendidikan masjid. Diketahui bahwa masjid pada masa awal merupakan tempat yang serba guna. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi juga sebagai lembaga pengajaran, rumah pengadilan, aula pertemuan bagi tentara dan rumah penyambutan para duta.
b) Konflik Antar Kelompok Keagamaan
karir politik Nizham al-Mulk secara langsung berkaitan dengan kondisi politik pada masa itu. Pada abad ke 5 terjadi konflik antara kelompok-kelompok keagamaan dalam islam. Misalnya, Syiah, Mu’tazillah, Asy’ariyyah, Hanafiah, Hambaliah dan Syafi’iyah. Ketika khalifah Abbasiyah lemah, berdiri dinasti baru yaitu dinasti Buwaih yang beraliran Syi’ah Ismailiyah yang mendukung pemikiran rasional dan menganut paham teologi yang sama dengan Mu’tazillah. Pada amasa ini pengajaran ilmu-ilmu filosofis dan ilmu pengetahuan yang dijauhi oleh masyarakat Sunni dihadapkan kembali. Banyak tokoh Mu’atazillah yang diberi posisi penting dalam pemerintahan. Menanggapi hal ini Dinasti Saljuk merasa bertanggung jawab untuk melancarkan propoganda melawan paham Syi’ah yang telah ditanamkan Bani Buwaih.
Sebagai seorang wazir, Nizham al-Mulk harus memperhatikan suatu sistem administrasi negara yang sangat besar yang melibatkan teritori yang sangat luas, berisi penduduk dengan berbagai latar kebangsaan, budaya dan afiliasi keagamaan. Salah satu aadalah membangun satu aadministrasi sentral yang kokoh dengan sistem kendali yang kuat dan berpengaruh.
c) Politik
Persoalan yang pertama kali timbul setelah wafatnya Rasulullah adalah persoalan politik. Dalam perkembangan selanjutnya dari persoalan politik kemudian berkembang menjadi persoalan teologi. Hal ini berarti bahwa masalah politik menjadi faktor pendorong perkembangan pemikiran dalam islam. Faktor tersebt sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Berkaitan dengan hal di atas, diketahui bahwa pendirian madrasah Nizhamiyah tidak terlepas dari faktor politik. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendirian marasah itu sendiri. Menurut Abd al-Madjid Abd al-futuh Badawi seagaimana yag dikutip oleh Maksum, Madrasah Nizhamiyah didirikan dengan tiga tujuan:
Pertama, menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran syi’ahm, kedua, menyediakan guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab sunni dan menyebarkan ke tempat-tempat lain; ketiga, membentuk kelompok-kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
d) Kurikulum
Dilihat dari muatan kurikulumnya agaknya pada madrasah Nizhamiyyah belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Penentuan kurikulum pendidikan tainggi islam berada ditangan ulama kelompok orang yang berpengaruh dan diterima sebagai otoritatif dalam soala-soal agama dan hukum. Ilmu-ilmu agama masih mendominasi kurikulum pendidikan atau dengan kata lain sebagaimana menurut Makdisi yang dikutip oleh Hasan Asari, ilmu-ilmu keislaman memegang control penuh atas lembaga-lembaga pendidikan.
e) Pengajar dan Staf Madrasah
Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyyah, Nizham al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrasah Nizhamiyyah, beliau menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris (staff pengajar ayang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengajaran), wa’idh (yang memberikan ceramah-ceramah umum di madrasah), mutawalli al-kuttub (pustaka), muqri’ (yang membaca dan mengajarkan al-Qur’an) dan nahwi (ahli gramitical bahasa arab). Orang-orang yang dipilih oleh Nizham al-Mulk tersebut adalah mereka yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan (mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub) diharuskan bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah itu, bahkan dlam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administrator atas nama pendirinya.
Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyyah adalah tokoh-tokoh yang punya reputasi tinggi, misalnya Imam al-Ghazali, Abu Ishaq al-Syirazi salah seorang ulama fiqih mazhab Syafi’i yang sangat terkenal pada masanya, al-Kiya al-Harasyi, al-Juwaini dan lain-lain.
D. Madrasah Al-Azhar
Setelah sesuatu membangun kota Kairo lengkap dengan istananya, Jawhar al- Siqili mendirikan Masjid al-Azhar pada tanggal 17 Ramadhan tahun 359 H (970 M). Di kemudian hari masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar pada akhir masa al-Muiz li Dinillah al-Fatimi pada bulan Shafar 365 H (Oktober 975 M) yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama al-Azhar diambil dari al-Zahra julukan Sayyidah Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW dan istri Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib Imam pertama Syi’ah.
Dr. Hasanain Rabi’ berpendapat bahwa pada abad ke 9 H (abad XV M) merupakan masa kejayaan bagi al-Azhar, karena pada masa itu al-Azhar menempati tempat tertinggi diantara madrasah-madrasah dan perguruan tinggi yang ada di Kairo. Ketika itu, al-Azhar sebagai induk madrasah juga sebagai perguruan tinggi terbesar yang tidak ada rivalnya dia manapun, para ulama dari berbagai negara juga datang mengunjungi al-Azhar untuk belajar.
Prof. Dr. Azyumardi Azra berpendapat sebagai sebuah perguruan tinggi yang sudah berusia tua, al-Azhar pun mengalami pasang dan surut dalam perkembangannya. Sejak masa Dinasti Usmani (1517-1798 M) pamor al-Azhar mulai menurun, sehingga menjadi alasan kuat bagi penguasa pembaru seperti Muahammad Ali untuk campur tangan lebih jauh dalam pembenahan al-Azhar sejak paroan pertama abad ke 19, kenyataan inilah yang menjadi presiden lenyapnya indepedensi al-Azhar sebagai lembaga akademis yang pada gilirannya juga mempengaruhi otoritas atau kewibawaanya, khususnya adalam hubungannya dengan kekuasaan politik hingga dewasa ini.
Pada masa Fatimiyah, materi pelajaran yag diajarkan di al-Azhar, disamping tentang ke-Fatimiyahan juga dipelajari ilmu-ilmu naqliyah dan aqliyah antara lain; Fiqih, Hadist, Tafsir, Nahwu, Ilmu tafsir, Ilmu Qira’at, Ilmu Hadist dan ilmu Kalam.
Pada maaa Mamalik, sistem pembelajaran al-Azhar adalah para mahasiswa diberikan kebebasan memilih mata kuliah yang dipelajarinya sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasai oleh masng-masing dosen. Setelah mahasiswa dapat menguasai disiplin ilmu yang dapat diberikan oleh seorang dosen, maka ia dipersilahkan untuk memilih dosen lain untuk mempelajari mata kuliah ayang berbeda. Bagi mahasiswa yang sudah menyelesaikan kuliahnya kepada seorang dosen, maka ia akan diberi syahadat (ijazah). Dalam ijazah tersebut diterangkan nama mahasiswa, nama dosen, mazhab, serta tanggal ijazah dikeluarkan.
Syekh Hasan al-Athar adalah diantara ulama yang berjasa kepada al-Azhar terutama dengan idenya agar al-Azhar memasukkan atau mengajarkan kuliah filsafat satra, geografi, sejarah dan thabi’i, yang sebelumnya dilarang di al-Azhar. Idenya yang lain adalah agar setiap permasalahan yang muncul hendaknya merujuk kepada kitab aslinya (sumber primer). Pada tahun 1827 M, ia diangkat sebagai dosen di al-Azhar.
Membahas tentang reformasi pendidikan di al-Azhar, Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh reformis yang lahir pada tahun 1849 M di Mahallata Nasr sebuah desa di Mesir. Di antara pemikirannya yang berkaitan dengan reformasi sistem pendidikan di al-Azhar adalah:

1. Ia menentang pengkafiran terhadap segala sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan. Seperti membaca buku geografi, ilmu alam, atau filsafah adalah haram, memakai sepatu adalah bid’ah.

2. Materi pelajaran yang diberikan di al-Azhar tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama, tetapi ia juga memperkenalkan sekaligus mengajarkan filsafat, sejarah, dan peradaban Eropa, teologi serta logika.

3. Ia tidak setuju dengan metode pengajaran di al-Azhar yang telah memperkenalkan kepad aspek penghafalan, tetapi ia lebih menekankan kepada mahasiswa untuk dididik berfikir.
Pada tahun 1983 Universitas al-Azhar kembali membuka lima fakultas baru dengan demikian sampai dengan akhir tahun 1983 jumlah fakultas di Universitas al-Azhar berjumlah 39 fakultas. Tokoh-tokoh yang pernah menjabat sebagai rektor pada Universitas al-Azhar, antara lain;
a) Prof. Dr. Muhammad Baha
b) Syeikh Ahmad Hasan al-Baquri
c) Prof. Dr. Badawi Abdul Latif
d) Prof. Dr. Abdul Fatah
e) Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim

Adapun tokoh-tokoh yang pernah menjabat sebagai Syeikh al-Azhar, adalah;
a) Syeikh Imam Muahammad al-Khurasyi
b) Syeikh Imam Ibrahim al-Barnawi
c) Syeikh Imam Muhammad al-Nasyrati
d) Syeikh Imam Abdul Baqi aal-Qalini
e) Syeikh ImamMuhammad Syunan
f) Syeikh Imam Ibrahim al-Fayuni
g) Syeikh Imam Abdullah al-Syabrawi
h) Syeikh Imam Muhammad al-Hifni
i) Syeikh Imam Abdul Rauf al-Sajini
j) Syeikh Imam Ahmad Damanhuri
k) Syeikh Imam Ahmad al-‘Arusi
l) Syeikh Imam Abdullah al-Syanwani
m) Syeikh Imam Muhammad al-Syanwani
n) Syeikh Imam Muhammad al-‘Arusi
o) Syeikh Imam Ahmad al-Damhuji

KESIMPULAN
Madrasah Nizhamiyyah merupakan madrasah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk. Madrasah itu disebut juga dengan madrasah syariah oleh karena intensitasnya dalam pengembangan mazhab Syafi’i berbeda dengan madrasah Bait al-Hikmah yang labih terfokus pada pengembangan ajaran Mu’tazillah dan filsafat, sehingga disebut madrasah filsafat.
Perkembangan madrasah ini sangat banyak ditentukan oleh patronase kekuasaan Nizham al-Mulk. Hal ini dikarenakan Nizham al-Mulk sebagai penguasa lebih banyak memberikan bantuan baik secara moril maupun materil pada masa itu.
Madrasah ini mengambil tempat besebrangan dengan filsafat. Hal ini agaknya dapat dipahami karena periode ini dikenal sebagai periode dimana munculnya ketidaksenangan umat terhadap pikiran-pikiran filsafat dan para filosof.
Meskipun pada awalnya al-Azhar merupakan sebuah masjid namun pada perkembangannya berubah menjadi sebuah Universitas tertua di dunia yaitu pada akhir masa al-Muiz Lidinillah al-Fatimi pada bulan Shafar tahun 365 H (Oktober 975 M). Hal ini merupakan bukti historis monumental sebagai produk kemajuan peradaban islam di Mesir. Seiring dengan perjalanan waktu yang ters berputar sebagai sebuah institusi pendidikan, al-Azhar juga mengalami pasang surut. Hal ini erat kaitannya dengan Syeikh atau rektor yang menjabat pada masanya, karena jabatan ini tidak hanya akademis, tetapi juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah kebijakan politis.
Di antara tokoh-tokoh yang berjasa dalam mereformasi sistem pendidikan al-Azhar antara lain; Muhammad Ali, al-Tahtawi, Syeikh Hasan al-‘Athar juga Muhammad Abduh. Merekalah pencair kejumud-an wawasan berpikir serta pendobrak dikotomisasi ilmu pengetahuan.

PENDIDIKAN ISLAM SEBELUM PERIODE MADRASAH

Pendahuluan
Dalam sejarah awal perkembangan islam pendidikan islam sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah merupakan upaya pembebasan manusia dari belenggu akidah ayang sesat yang dianut oleh kelompok Quraisy dan upaya pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan suatu kelompok terhadap kelompom lain yang dipandang rendah status sosialnya. Tauhid merupakan salah satu nilai pokok dalam pendidikan masa itu, karena dengan menginternalisasikan nilai keimanan berdasarkan tauhid segala kepercayaan yang sesat itu dapat dibersihkan dari jiwa manusia.

Seiring berjalannya waktu, sebelum pendidikan islam menuju pada masa madrasah. Sejarah pendidikan islam mengalami masa pada periode sebelum adanya madrasah. Di mana pada waktu itu banyak berdiri kuttab, rumah, masjid, halaqah, perpustakaan, salon kesustraan dan sebagainya.
Munculnya lembaga-lembaga pendidikan non-formal sebelum periode madrasah tersebut diatas memperlihatkan adanya kepedulian terhadap pentingnya pendidikan bagi warga masyarakat juga menunjukkan adanya dinamika pendidikan islam yang amat dinamis, serta menunjukkan sebuah model pendidikan ayang demokratis, bebas terkendali, bahkan juga toleransi.a hal ini misalnya terlihat pada tata krama dan tradisi, intelektual yang terjadi di halaqah. Dari sudut tata krama yang mengajarkan bahwa seseorang yang memandang tamu ke rumahnya harus menyediakan makanan dan minuman, maka ini dapat berarti bahwa aahalaqoh-halaqoh berlangsung di rumah-rumah itu tertentu berukuran kecil. Mengenai waktu dan gambaran penyelenggaraan halaqoh ditemukan contoh praktis. Ibnu Sina misalnya menyelenggarakan halaqoh mulai dari waktu fajar hingga pertengahan waktu pagi. Demikian pula al-Ghazali setelah uzlah, ia mendirikan sebuah halaqoh para ilmuan dirumahnya yagn memperoleh perhatian secara pribadi.

Pada makalah ini akan menjelaskan tentang lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah hingga menuju pada seluk beluknya. Sehingga diharapkan akan mengantarkan pengetahuan tentang pendidikan islam pada masa tersebut.

Pembahasan
Lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah
Pada umumnya lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah atau disebut juga masa klasik, diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam hal ini kurikulumnya meliputi pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Atas dasar ini, lembaga pendidikan islam di masa klasik menurut Charles Michael Stanton digolongkan ke dalam dua bentuk yaitu lembaga pendidikan formal dan non formal, dimana yang pertama mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan yang kedua mengajarkan pengetahuan umum, termasuk filsafat. Sementara George Maksidi dalam hal yang sama menyebutkan sebagai lembaga pendidikan eksklusif (tertutup) dan lembaga pendidikan inklusif (terbuka). Tertutup artinya hanya mengajarkan pengetahuan agama dan yang terbuka artinya menawarkan pengeatahuan umum.
Lembaga-lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah adalah sebagai berikut:
1.    Kuttab Atau Maktab
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar yang sama yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan Kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan islam sepakat bahwa keduanya merupakan istilah yang sama dalam arti lembaga pendidikan islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis, kemudian meningkat kepada pengajaran al-Qur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar. Namun Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah untuk zaman modern.
Philips K Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di kuttab berorientasi kepada al-Quraa’an sebagai suatu texbook. Hal ini mencakup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab, sejarah nabi, khususnya yang berkaitan dengan nabi Muhammad SAW, mengenai kurikulum ini Ahmad Amin pun menyepakatinya.
Berkembangnya pengajaran di kuttab yang mulai mengajarkan pengetahuan umum disamping ilmu agama. Hala ini merupakan akibat dari adanya persentuhan antara islam dengan warisan budaya Helenisme, sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang kurikulum pendidikan islam. Bahkan dalam perkembnangan berikutnya kuttab dibedakan menjadi dua yaitu akuttab yang mengajarkan pengetahauan non agama (seculer learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religius learning)
Dengan adanya kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan dengan peradaban Helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum termasuk filsafat.
2.    Rumah
Rumah disini yang dimaksud adalah rumah-rumah ulama. Rumah ulama memberikan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid dibangun, ketika Rosul di Mekkah beliau menggunakan rumah al-Arqam sebagai tempat memberi pealajaran bagi kaum muslimin. Selain itu juga menggunakan rumah beliau sebagai temapta berkumpul untuk belajar islam. Walaupun rumah bukanlah tempat yang ideal memberikan pelajaran namun banyak rumah ulama yang dipakai sebagai tempat belajar.
Belajar di rumah-rumah ulama merupakan fenomena umum di masyarakat islam. Hal ini menunjukkan tidak ada rasa terganggu atau berat hati bila rumah mereka dipakai untuk tempat belajar. Mereka justru bangga karena pelajar-pelajar datang kerumah mereka untuk bertanya dan belajar. Diadakannya pengajaran dan perdebatan ilmiah dirumah-rumah tidak lain adalah karena terpaksa atau darurat. Ulama-ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar dilembaga formal akan mengajar dirumah mereka.
3.    Masjid
Sejak masa nabi, masjid mempunyai peran penting masyarakat islam yang berfungsi sebagai tempat bersosialisasia, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Oleh karena itu ketika nabi hijrah ke Madinah maka sarana yang pertama kali beliau bangun adalah masjid.
Pembangunan masjid selalu mendapat perhatian ulama sehingga umat islam berhasil menguasai wilayah.
Lembaga pendidikan amasjid tersebar ke plosok wilayah islam, dari India disebelah timur sampai Spanyol di belahan barat. Dengan demikian begitu maraknya pendidikan islam pada masa klasik, khususnya masa keemasan pendidikan islam. Adapun masjid-masjid yang menjadi pusat perhatian dan kebanggan adalah masjid jami’ yang ada dikota-kota besar seperti Bagdad, Damaskus, Kairo.
4.    Majlis
Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam. Misalnya, ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi di masa aktifitas pengajaran atau diskusi berlangsung dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktifitas pengajaran, sebagai contoh, majlis al-Nabawi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh nabi,a atau majlisal-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan fiqih Imam Syafi’i.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam islam majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin Ahmed ada tujuh macam majlis, sebagai berikut
a)        Majlis al-Hadis
Majlis ini diselenggarakan oleh ulama atau guru yang ahli dalam bidang hadis. Ulama tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya. Majlis ini bisa berlangsung antara 20-30 tahun dan jumlahnya peserta yang mengikuti majlis ini dapat mencapai ratusan ribu orang, seperti majlis yabng disampaikan oleh Ashim ibn Ali di masjid al-Rusafa diikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang.
b)        Majlis al-Tadris
Majlis ini merujuk kepada majlis selain daripada hadis seperti majlis fiqih, majlis nahwu atau majlis kalam. Dalam artian majlis ini tidak hanya mengkaji pada displin ilmu tentang hadits akan tetapi mencakup hingga pada kajian tentang fiqih, nahwu, ilmu kalam dan sebagainya.
c)        Majlis al-Munazharab
Majlis ini dipergunakan sebagai sarana untuk perdebatan mengenai suatu masalah oelh para ulama. Menurut Syalabi, khalifah Muawiyyah sering mengundang para ulama untuk berdiskusi diistananya, demikian jauga khalifah al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyyah. Diluar istana majlis ini ada yang dilaksanakan secara continue dan spontanitas, bahkan ada yang berupa kontes terbuka dikalangan ulama. Untuk model ini biasanya hanya dipakai untuk mencari popularitas ulama saja.
Ada beberapa macam majlis al-Munazharah yaitu:
1.        Majlis al-Munazharah yang diselenggarakan atas perintah khalifah.
2.        Majlis al-Munazharah yang lebih bersifat edukatif dan dilaksanakan secara kontinue
3.    Majlis al-Munazharah yang diselenggarakan secara spontan. Pertemuan ini terjadi secara tidak sengaja.
4.    Majlis al-Munazharah yang bersifat seperti kontex terbuka antara beberapa ulama yang diselenggarakan dengan mengumpulkan beberapa ulama.
d)    Majlis al-Muzakarah
Majlis ini merupakan inovasi murid-murid yang belajar hadis. Majlis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat dan mengulang pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru. Pada perkembangan berikutnya majlis al-Muzakarah ini dibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan yaitu meliputi sanad hadis, materi hadis, perawi hadis, hadis-hadis dho’if, korelasi hadis dengan bidang ilmu tertentu, serta tentang kitab-kitab musnad.
d)       Majlis al-Syu’ara
Majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair dan juga sering di pakai untuk kontes para ahli syair.
e)        Majlis Adab
Majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal.
f)         Majlis al-Fatwa dan Nazar
Majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut juga majlis ini adalah perdebatan antara ulama fiqih atau hukum islam.
5.    Halaqoh
Halaqoh artinya adalah lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan dimana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membaca karangannya atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau dirumah-rumah.
Sistem halaqoh tidak mengenal sistem klasik, semua umur dan jenjang berkumpul bersama untuk mendengarkan penjelasan guru. Jadi tidak dibedakan antara usia dan jenjang pendidikannya.
6.    Perpustakaan
Perpustakaan merupakan tempat dimana terdapat kumpulan-kumpulan atau koleksi buku yang dapat dibaca-baca bahkan dipinjam. Perpustakaan berkembang luas pada masa Abbasiyyah, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi. Faktor-faktor ayangb menyebabkan perkembangan itu antara lain ialah meluasnya penggunaan kertas untuk menyalin kitab-kitab, bermunculnya para penyalin kitab, dan berkembangnya halaqoh para sastarawan dan ulama. Disamping itu, penghargaan terhadap ilmu mendorong kaum muslimin untuk membeli kitab-kitab dari berbagai negeri. Dengan demikian perpustakaan menjadi pusat pendidikan dan kebuadayaan islam yang sangat penting.
Beberapa perpustakaan umum yang terkenal ialah perpustakaan Bayt al-Hikmah di Bagdad yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan berkembang pesat pada masa Khalifah al-Makmun, perpustakaan Bayt al-Hikmah di Ruqadah, Afrika Utara yang didirikan oleh Ibrahim II dari Dinasti Aghlabi, seorang amir yang sangat cinta kepada ilmu dan pendiri kota raqadah pada tahun 264H/878H. Perpustakaan Dar al-Hikmah Cairo yang didirikan oleh al-Hikmah bin Amrillah pada tahun 395H.
Disamping perpustakaan umum terdapat pula perpustakaan khusus yang didirikan oleh para Amir di istana dan ulama dirumah mereka. Jumlah perpustakaan pribadi ini tidak terhitung. Semua ini menunjukkan bahwa kaum muslimin menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu.
7.    Salon kesusasteraan
Salon kesusasteraan adalah suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai mecem ilmu pengatahuan. Majlis ini bermula sejak zaman Khulafaurrasyidin yang biasanya memberikan fatwa dan musywarah serta diskusi dengan para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Dalam majlis sastra tersebut bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-masalah kesusasteraan saja melainkan berbagai macam ilmu pengatahuan dan berbagai kesenian.
8.    Khan
Khan berfungsi sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko. Seperti Khan al-Narsi yang berlokasi di Alun-alun Karkh di Bagdad, selain itu khan juga berfungsi sebagai sarana untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum islam disuatu majlis seprti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad Ibn Di’jil pada akhir abad ke 10M di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Diamping fungsi diatas khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.
9.    Ribath
Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk ibadah semata-mata. Ribath biasanya dihuni oleh sejumlah orang-orang miskin. Mereka bersama-sama melakukan praktik-praktik sufistik. Disamping melakukan praktek sufistik, mereka juga memberi perhatian kepada kegiatan keilmuwan. Pada umunya ribath dibangun untuk sufi laki-laki, tetapi ada juga ribath yang dibangun untuk sufi wanita dimana mereka bertempat tinggal, beribadah dan mengajarkan pelajaran agama didalamnya.
Faktor munculnya lembaga pendidikan non formal sebelum periode madrasah
Pendidikan islam dalam sejarah tercatat terbagi menjadi beberapa periode: yaitu salah satunya adalah pada periode sebelum madrasah. Tercatat banyak sekali berdiri berbagai macam lembaga-lembaga pendidikan pada saat itu. Beberapa faktor yang mendorong munculnya lembaga-lembaga tersebut adalah antara lain:
Pertama, terdorong oleh motivasi-motivasi untuk mengembangkan keilmuan. Kaum muslimin pada masa awal membutuhkan pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga butuh keterampilan membaca dan menulis, Ibnu Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki.
Kedua, terdorong berkembangnya kebutuhan pada masa awal islam untuk mendakwahkan islam, karena itu sasaran pun pada mulanya ditujukan untuk orang-orang dewasa. Menjadi semakin meluas tingkatan usianya, sehingga sampai pada usia anak-anak.

KESIMPULAN
Pada sejarah perkembangan islam sbelum pendidikan islam menuju pada periode pendidikan islam di madrasah. Pendidikan islam melalui masa periode pra madrasah yang mana pada masa ini banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan islam, yaitu Kuttab atau Maktab, Rumah, Masjid, Majlis, Halaqoh, Perpustakaan, salon kesusasteraan, ribath dan khan.
Faktor yang mendorong munculnya lembaga-lembaga tersebut yaitu dikarenakan oleh fakator motifasi demi berkembangnya keilmuan dan terdorong oleh berkembangnya kebutuhan pada masa awal islam untuk mendakwahkan islam.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar sahabat sangat membantu untuk perkembangan di blogs kami
berikanlah komentar yang membangun