PENDAHULUAN
Pendidikan
yang dilaksanakan pada masa awal perkembangan islam berfilsafat informal yang
penamaan lebih terkait dengan upaya-upaya dakwah islamiyah, penyebaran dan
dasar-dasar keperayaan serta ibadah Islam. Sedangkan pendidikan formal islam
baru muncul dengan kebangkitan madrasah.
Lembaga
pendidikan madrasah adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan dalam bentuk
masjid, karena banyaknya murid-murid yang datang dari luar kota untuk belajar
di masjid menuntut danya tempat tinggal yang disebut dengan khan (semacam
asrama) sehingga terjadi perubahan dari masjid kemasjid khan. Selanjutnya dari
masjid khan berubah kebentuknya ke bentuk madrasah.
Dengan
adanya madrasah bertanda bahwa pendidikan islam telah mengalami kemajuan pesat.
Masjid yang telah tumbuh sejak masa awal islam pada dasarnya hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah dengan sedikit kegiatan pendidikan didalamnya. Masjid
khan walaupun telah menyelenggarakan kegiatan pendidikan namun kegiatan
pendidikan bukanlah merupakan faktor utama. Dengan adanya madrasah maka
kegiatan pendidikan semakin sempurna. Madrasah bukanlah sebagai pengganti
masjid kenyataanya madarasah mempunyai masjid didalamnya nmun rumah ibadah
bukanlah fungsi utama dari madrasah.
PEMBAHASAN
- Pengertian Madrasah
Madrasah
merupakan isim makan dari katab darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar.
Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau
perguruan (terutama perguruan islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya
diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumh, istana,
kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu
bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
B. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Madrsah
Dalam
sejarah pendidikan islam makna dari madrasah tersebut memegang peran penting
sebagai institusi belajar umat islam selama pertumbuhan adan perkembangannya.
Sebab pemakaian istilah madrasah secara definitife baru muncul pada abad ke-11.
Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi tersebut antara lain; George
Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi
pendidikan islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui
tiga tahap; pertama tahap masjid, kedua tahap masjid khan, dan ketiga tahap
madrasah. Sedangkan Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid ke
madrasah terjadi secara langsung Karena disebabkan oleh konsekuensi lagis dari
semakin ramainya kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak hanya dalam kegiatan
ibadah (dalam arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan sebagainya.
Terkait
dengan sejarah munculnya madrasah, para pemerhati sejarah berbeda pendapat
tentang madrasah pertama yang berdiri namun dalam ada beberapa pendapat yang
cukup representatif yang bisa diungkapkan tentang sejarah pertama berdirinya
madarasah sebagai institusi pendidikan islam pada masa awal. Menurut Ali
al-Jumbulati (1994) sebelum abad ke-10 M dikatakan bahwa madrasah yang pertama
berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah dikota Nisabur. Disebut al-Baihaqiah
karena ia didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w. 414 H). pendapat ini
diperkuat juga oleh Hasan Ibrahim Hasan.
Kedua
pendapat diatas diperkuat oleh hasil penelitian Richard Bulliet (1972) yang
menemukan dalam dua abad sebelumnya berdirinya madrasah Nizamiah telah berdiri
madrasah di Nisapur, yaitu Madrasah Miyan Dahliya yang mengajarkan fiqih
Maliki. Abdul al-Al (1977) menjelaskan bahwa pada masa sultan Mahmud
al-Ghaznawi (998-1020) telah berdiri madrasah Sa’diyah. Demikian juga naji
ma’ruf (1973) berpendapat bahwa madrasah pertama telah didirikan 165 tahun
sebelum berdiri madrasah Nizamiyyah yaitu sebuah madrasah dikawasan Khurasa. Ia
mengemukakan bukti di Tarikh al-Bukhori dijelaskan bahwa Ismail ibn Ahmad Asad
(w. 295 H) memiliki madrasah yang dikunjungi oleh pelajar untuk melanjutkan
pelajaran mereka.
C. Madrasah Nizamiyah
Pada tahun 1067 M Nizham al-Mulk mendirikan perguruan tinggi besar di Bagdad yang kemudian menjadi model bagi Islam ortodoks (salaf) yang diberi nama Nizhamiyah sesuai dengan nama pendirinya. Nizham al-Mulk tidak hanya mendirikan satu madrasah Nizhamiyyah yang ada di Bagdad saja, tetapi juga diberbagai daerah yang berada di bawah kekuasan Bani Saljuk yaitu di Balkh, Nisapur, Heart, Isfahan, Basrah, Merw, Anul, dan Mosul. Memang diantara madrasah yang didirikan Nizham al-Mulk yang paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyyah di bagdad.
Madrasah Nizhamiyyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk pada mulanya didasari motif sectarian yaitu untuk memajukan golongan sunni, namun pada perkembangan selanjutnya pengaruh madrasah Nizhamiyyah ini tidak hanya menguntungkan bagi kaum sunni saja tetapi juga berpengaruh positif terhadap perkembangan dunia islam pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Ada beberapa motif didirikannya madrasah Nizhamiyyah oleh Nizham al-Mulk di antaranya:
a) Pendidikan
Tidak diragukan lagi bahwa Nizham al-Mulk memberikan aperhatian yang besar terhadap pendidikan. Nizham al-Mulk adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Nizham al-Mulk menyadari pentingnya keberadaan madrasah dalam menyingkapi kekurangan sistem pendidikan masjid. Diketahui bahwa masjid pada masa awal merupakan tempat yang serba guna. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi juga sebagai lembaga pengajaran, rumah pengadilan, aula pertemuan bagi tentara dan rumah penyambutan para duta.
b) Konflik Antar Kelompok Keagamaan
karir politik Nizham al-Mulk secara langsung berkaitan dengan kondisi politik pada masa itu. Pada abad ke 5 terjadi konflik antara kelompok-kelompok keagamaan dalam islam. Misalnya, Syiah, Mu’tazillah, Asy’ariyyah, Hanafiah, Hambaliah dan Syafi’iyah. Ketika khalifah Abbasiyah lemah, berdiri dinasti baru yaitu dinasti Buwaih yang beraliran Syi’ah Ismailiyah yang mendukung pemikiran rasional dan menganut paham teologi yang sama dengan Mu’tazillah. Pada amasa ini pengajaran ilmu-ilmu filosofis dan ilmu pengetahuan yang dijauhi oleh masyarakat Sunni dihadapkan kembali. Banyak tokoh Mu’atazillah yang diberi posisi penting dalam pemerintahan. Menanggapi hal ini Dinasti Saljuk merasa bertanggung jawab untuk melancarkan propoganda melawan paham Syi’ah yang telah ditanamkan Bani Buwaih.
Sebagai seorang wazir, Nizham al-Mulk harus memperhatikan suatu sistem administrasi negara yang sangat besar yang melibatkan teritori yang sangat luas, berisi penduduk dengan berbagai latar kebangsaan, budaya dan afiliasi keagamaan. Salah satu aadalah membangun satu aadministrasi sentral yang kokoh dengan sistem kendali yang kuat dan berpengaruh.
c) Politik
Persoalan yang pertama kali timbul setelah wafatnya Rasulullah adalah persoalan politik. Dalam perkembangan selanjutnya dari persoalan politik kemudian berkembang menjadi persoalan teologi. Hal ini berarti bahwa masalah politik menjadi faktor pendorong perkembangan pemikiran dalam islam. Faktor tersebt sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Berkaitan dengan hal di atas, diketahui bahwa pendirian madrasah Nizhamiyah tidak terlepas dari faktor politik. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendirian marasah itu sendiri. Menurut Abd al-Madjid Abd al-futuh Badawi seagaimana yag dikutip oleh Maksum, Madrasah Nizhamiyah didirikan dengan tiga tujuan:
Pertama, menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran syi’ahm, kedua, menyediakan guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab sunni dan menyebarkan ke tempat-tempat lain; ketiga, membentuk kelompok-kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
d) Kurikulum
Dilihat dari muatan kurikulumnya agaknya pada madrasah Nizhamiyyah belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Penentuan kurikulum pendidikan tainggi islam berada ditangan ulama kelompok orang yang berpengaruh dan diterima sebagai otoritatif dalam soala-soal agama dan hukum. Ilmu-ilmu agama masih mendominasi kurikulum pendidikan atau dengan kata lain sebagaimana menurut Makdisi yang dikutip oleh Hasan Asari, ilmu-ilmu keislaman memegang control penuh atas lembaga-lembaga pendidikan.
e) Pengajar dan Staf Madrasah
Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyyah, Nizham al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrasah Nizhamiyyah, beliau menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris (staff pengajar ayang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengajaran), wa’idh (yang memberikan ceramah-ceramah umum di madrasah), mutawalli al-kuttub (pustaka), muqri’ (yang membaca dan mengajarkan al-Qur’an) dan nahwi (ahli gramitical bahasa arab). Orang-orang yang dipilih oleh Nizham al-Mulk tersebut adalah mereka yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan (mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub) diharuskan bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah itu, bahkan dlam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administrator atas nama pendirinya.
Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyyah adalah tokoh-tokoh yang punya reputasi tinggi, misalnya Imam al-Ghazali, Abu Ishaq al-Syirazi salah seorang ulama fiqih mazhab Syafi’i yang sangat terkenal pada masanya, al-Kiya al-Harasyi, al-Juwaini dan lain-lain.
D. Madrasah Al-Azhar
C. Madrasah Nizamiyah
Pada tahun 1067 M Nizham al-Mulk mendirikan perguruan tinggi besar di Bagdad yang kemudian menjadi model bagi Islam ortodoks (salaf) yang diberi nama Nizhamiyah sesuai dengan nama pendirinya. Nizham al-Mulk tidak hanya mendirikan satu madrasah Nizhamiyyah yang ada di Bagdad saja, tetapi juga diberbagai daerah yang berada di bawah kekuasan Bani Saljuk yaitu di Balkh, Nisapur, Heart, Isfahan, Basrah, Merw, Anul, dan Mosul. Memang diantara madrasah yang didirikan Nizham al-Mulk yang paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyyah di bagdad.
Madrasah Nizhamiyyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk pada mulanya didasari motif sectarian yaitu untuk memajukan golongan sunni, namun pada perkembangan selanjutnya pengaruh madrasah Nizhamiyyah ini tidak hanya menguntungkan bagi kaum sunni saja tetapi juga berpengaruh positif terhadap perkembangan dunia islam pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Ada beberapa motif didirikannya madrasah Nizhamiyyah oleh Nizham al-Mulk di antaranya:
a) Pendidikan
Tidak diragukan lagi bahwa Nizham al-Mulk memberikan aperhatian yang besar terhadap pendidikan. Nizham al-Mulk adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Nizham al-Mulk menyadari pentingnya keberadaan madrasah dalam menyingkapi kekurangan sistem pendidikan masjid. Diketahui bahwa masjid pada masa awal merupakan tempat yang serba guna. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi juga sebagai lembaga pengajaran, rumah pengadilan, aula pertemuan bagi tentara dan rumah penyambutan para duta.
b) Konflik Antar Kelompok Keagamaan
karir politik Nizham al-Mulk secara langsung berkaitan dengan kondisi politik pada masa itu. Pada abad ke 5 terjadi konflik antara kelompok-kelompok keagamaan dalam islam. Misalnya, Syiah, Mu’tazillah, Asy’ariyyah, Hanafiah, Hambaliah dan Syafi’iyah. Ketika khalifah Abbasiyah lemah, berdiri dinasti baru yaitu dinasti Buwaih yang beraliran Syi’ah Ismailiyah yang mendukung pemikiran rasional dan menganut paham teologi yang sama dengan Mu’tazillah. Pada amasa ini pengajaran ilmu-ilmu filosofis dan ilmu pengetahuan yang dijauhi oleh masyarakat Sunni dihadapkan kembali. Banyak tokoh Mu’atazillah yang diberi posisi penting dalam pemerintahan. Menanggapi hal ini Dinasti Saljuk merasa bertanggung jawab untuk melancarkan propoganda melawan paham Syi’ah yang telah ditanamkan Bani Buwaih.
Sebagai seorang wazir, Nizham al-Mulk harus memperhatikan suatu sistem administrasi negara yang sangat besar yang melibatkan teritori yang sangat luas, berisi penduduk dengan berbagai latar kebangsaan, budaya dan afiliasi keagamaan. Salah satu aadalah membangun satu aadministrasi sentral yang kokoh dengan sistem kendali yang kuat dan berpengaruh.
c) Politik
Persoalan yang pertama kali timbul setelah wafatnya Rasulullah adalah persoalan politik. Dalam perkembangan selanjutnya dari persoalan politik kemudian berkembang menjadi persoalan teologi. Hal ini berarti bahwa masalah politik menjadi faktor pendorong perkembangan pemikiran dalam islam. Faktor tersebt sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Berkaitan dengan hal di atas, diketahui bahwa pendirian madrasah Nizhamiyah tidak terlepas dari faktor politik. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendirian marasah itu sendiri. Menurut Abd al-Madjid Abd al-futuh Badawi seagaimana yag dikutip oleh Maksum, Madrasah Nizhamiyah didirikan dengan tiga tujuan:
Pertama, menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran syi’ahm, kedua, menyediakan guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab sunni dan menyebarkan ke tempat-tempat lain; ketiga, membentuk kelompok-kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
d) Kurikulum
Dilihat dari muatan kurikulumnya agaknya pada madrasah Nizhamiyyah belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Penentuan kurikulum pendidikan tainggi islam berada ditangan ulama kelompok orang yang berpengaruh dan diterima sebagai otoritatif dalam soala-soal agama dan hukum. Ilmu-ilmu agama masih mendominasi kurikulum pendidikan atau dengan kata lain sebagaimana menurut Makdisi yang dikutip oleh Hasan Asari, ilmu-ilmu keislaman memegang control penuh atas lembaga-lembaga pendidikan.
e) Pengajar dan Staf Madrasah
Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyyah, Nizham al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrasah Nizhamiyyah, beliau menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris (staff pengajar ayang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengajaran), wa’idh (yang memberikan ceramah-ceramah umum di madrasah), mutawalli al-kuttub (pustaka), muqri’ (yang membaca dan mengajarkan al-Qur’an) dan nahwi (ahli gramitical bahasa arab). Orang-orang yang dipilih oleh Nizham al-Mulk tersebut adalah mereka yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan (mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub) diharuskan bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah itu, bahkan dlam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administrator atas nama pendirinya.
Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyyah adalah tokoh-tokoh yang punya reputasi tinggi, misalnya Imam al-Ghazali, Abu Ishaq al-Syirazi salah seorang ulama fiqih mazhab Syafi’i yang sangat terkenal pada masanya, al-Kiya al-Harasyi, al-Juwaini dan lain-lain.
D. Madrasah Al-Azhar
Setelah
sesuatu membangun kota Kairo lengkap dengan istananya, Jawhar al- Siqili
mendirikan Masjid al-Azhar pada tanggal 17 Ramadhan tahun 359 H (970 M). Di
kemudian hari masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar pada akhir
masa al-Muiz li Dinillah al-Fatimi pada bulan Shafar 365 H (Oktober 975 M) yang
sampai sekarang masih berdiri megah. Nama al-Azhar diambil dari al-Zahra
julukan Sayyidah Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW dan istri Sayyidina Ali Ibn
Abi Thalib Imam pertama Syi’ah.
Dr.
Hasanain Rabi’ berpendapat bahwa pada abad ke 9 H (abad XV M) merupakan masa
kejayaan bagi al-Azhar, karena pada masa itu al-Azhar menempati tempat
tertinggi diantara madrasah-madrasah dan perguruan tinggi yang ada di Kairo.
Ketika itu, al-Azhar sebagai induk madrasah juga sebagai perguruan tinggi
terbesar yang tidak ada rivalnya dia manapun, para ulama dari berbagai negara
juga datang mengunjungi al-Azhar untuk belajar.
Prof. Dr. Azyumardi Azra berpendapat sebagai sebuah perguruan tinggi yang sudah berusia tua, al-Azhar pun mengalami pasang dan surut dalam perkembangannya. Sejak masa Dinasti Usmani (1517-1798 M) pamor al-Azhar mulai menurun, sehingga menjadi alasan kuat bagi penguasa pembaru seperti Muahammad Ali untuk campur tangan lebih jauh dalam pembenahan al-Azhar sejak paroan pertama abad ke 19, kenyataan inilah yang menjadi presiden lenyapnya indepedensi al-Azhar sebagai lembaga akademis yang pada gilirannya juga mempengaruhi otoritas atau kewibawaanya, khususnya adalam hubungannya dengan kekuasaan politik hingga dewasa ini.
Prof. Dr. Azyumardi Azra berpendapat sebagai sebuah perguruan tinggi yang sudah berusia tua, al-Azhar pun mengalami pasang dan surut dalam perkembangannya. Sejak masa Dinasti Usmani (1517-1798 M) pamor al-Azhar mulai menurun, sehingga menjadi alasan kuat bagi penguasa pembaru seperti Muahammad Ali untuk campur tangan lebih jauh dalam pembenahan al-Azhar sejak paroan pertama abad ke 19, kenyataan inilah yang menjadi presiden lenyapnya indepedensi al-Azhar sebagai lembaga akademis yang pada gilirannya juga mempengaruhi otoritas atau kewibawaanya, khususnya adalam hubungannya dengan kekuasaan politik hingga dewasa ini.
Pada
masa Fatimiyah, materi pelajaran yag diajarkan di al-Azhar, disamping tentang
ke-Fatimiyahan juga dipelajari ilmu-ilmu naqliyah dan aqliyah antara lain;
Fiqih, Hadist, Tafsir, Nahwu, Ilmu tafsir, Ilmu Qira’at, Ilmu Hadist dan ilmu
Kalam.
Pada
maaa Mamalik, sistem pembelajaran al-Azhar adalah para mahasiswa diberikan
kebebasan memilih mata kuliah yang dipelajarinya sesuai dengan disiplin ilmu
yang dikuasai oleh masng-masing dosen. Setelah mahasiswa dapat menguasai
disiplin ilmu yang dapat diberikan oleh seorang dosen, maka ia dipersilahkan
untuk memilih dosen lain untuk mempelajari mata kuliah ayang berbeda. Bagi
mahasiswa yang sudah menyelesaikan kuliahnya kepada seorang dosen, maka ia akan
diberi syahadat (ijazah). Dalam ijazah tersebut diterangkan nama mahasiswa,
nama dosen, mazhab, serta tanggal ijazah dikeluarkan.
Syekh
Hasan al-Athar adalah diantara ulama yang berjasa kepada al-Azhar terutama
dengan idenya agar al-Azhar memasukkan atau mengajarkan kuliah filsafat satra,
geografi, sejarah dan thabi’i, yang sebelumnya dilarang di al-Azhar. Idenya
yang lain adalah agar setiap permasalahan yang muncul hendaknya merujuk kepada
kitab aslinya (sumber primer). Pada tahun 1827 M, ia diangkat sebagai dosen di
al-Azhar.
Membahas
tentang reformasi pendidikan di al-Azhar, Muhammad Abduh adalah salah satu
tokoh reformis yang lahir pada tahun 1849 M di Mahallata Nasr sebuah desa di
Mesir. Di antara pemikirannya yang berkaitan dengan reformasi sistem pendidikan
di al-Azhar adalah:
1. Ia menentang pengkafiran terhadap segala sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan. Seperti membaca buku geografi, ilmu alam, atau filsafah adalah haram, memakai sepatu adalah bid’ah.
2. Materi pelajaran yang diberikan di al-Azhar tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama, tetapi ia juga memperkenalkan sekaligus mengajarkan filsafat, sejarah, dan peradaban Eropa, teologi serta logika.
3. Ia tidak setuju dengan metode pengajaran di al-Azhar yang telah memperkenalkan kepad aspek penghafalan, tetapi ia lebih menekankan kepada mahasiswa untuk dididik berfikir.
Pada tahun 1983 Universitas al-Azhar kembali membuka lima fakultas baru dengan demikian sampai dengan akhir tahun 1983 jumlah fakultas di Universitas al-Azhar berjumlah 39 fakultas. Tokoh-tokoh yang pernah menjabat sebagai rektor pada Universitas al-Azhar, antara lain;
a) Prof. Dr. Muhammad Baha
b) Syeikh Ahmad
Hasan al-Baquri
c) Prof. Dr.
Badawi Abdul Latif
d) Prof. Dr. Abdul
Fatah
e) Prof. Dr. Ahmad
Umar Hasyim
Adapun tokoh-tokoh
yang pernah menjabat sebagai Syeikh al-Azhar, adalah;
a) Syeikh Imam
Muahammad al-Khurasyi
b) Syeikh Imam
Ibrahim al-Barnawi
c) Syeikh Imam
Muhammad al-Nasyrati
d) Syeikh Imam
Abdul Baqi aal-Qalini
e) Syeikh
ImamMuhammad Syunan
f) Syeikh Imam
Ibrahim al-Fayuni
g) Syeikh Imam
Abdullah al-Syabrawi
h) Syeikh Imam
Muhammad al-Hifni
i) Syeikh Imam
Abdul Rauf al-Sajini
j) Syeikh Imam
Ahmad Damanhuri
k) Syeikh Imam
Ahmad al-‘Arusi
l) Syeikh Imam
Abdullah al-Syanwani
m) Syeikh Imam
Muhammad al-Syanwani
n) Syeikh Imam
Muhammad al-‘Arusi
o) Syeikh Imam
Ahmad al-Damhuji
KESIMPULAN
Madrasah
Nizhamiyyah merupakan madrasah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk. Madrasah itu
disebut juga dengan madrasah syariah oleh karena intensitasnya dalam
pengembangan mazhab Syafi’i berbeda dengan madrasah Bait al-Hikmah yang labih
terfokus pada pengembangan ajaran Mu’tazillah dan filsafat, sehingga disebut
madrasah filsafat.
Perkembangan madrasah ini sangat banyak ditentukan oleh patronase kekuasaan Nizham al-Mulk. Hal ini dikarenakan Nizham al-Mulk sebagai penguasa lebih banyak memberikan bantuan baik secara moril maupun materil pada masa itu.
Perkembangan madrasah ini sangat banyak ditentukan oleh patronase kekuasaan Nizham al-Mulk. Hal ini dikarenakan Nizham al-Mulk sebagai penguasa lebih banyak memberikan bantuan baik secara moril maupun materil pada masa itu.
Madrasah ini
mengambil tempat besebrangan dengan filsafat. Hal ini agaknya dapat dipahami
karena periode ini dikenal sebagai periode dimana munculnya ketidaksenangan
umat terhadap pikiran-pikiran filsafat dan para filosof.
Meskipun pada
awalnya al-Azhar merupakan sebuah masjid namun pada perkembangannya berubah
menjadi sebuah Universitas tertua di dunia yaitu pada akhir masa al-Muiz
Lidinillah al-Fatimi pada bulan Shafar tahun 365 H (Oktober 975 M). Hal ini
merupakan bukti historis monumental sebagai produk kemajuan peradaban islam di
Mesir. Seiring dengan perjalanan waktu yang ters berputar sebagai sebuah
institusi pendidikan, al-Azhar juga mengalami pasang surut. Hal ini erat
kaitannya dengan Syeikh atau rektor yang menjabat pada masanya, karena jabatan
ini tidak hanya akademis, tetapi juga memiliki peran yang sangat signifikan
dalam menentukan arah kebijakan politis.
Di antara
tokoh-tokoh yang berjasa dalam mereformasi sistem pendidikan al-Azhar antara
lain; Muhammad Ali, al-Tahtawi, Syeikh Hasan al-‘Athar juga Muhammad Abduh.
Merekalah pencair kejumud-an wawasan berpikir serta pendobrak dikotomisasi ilmu
pengetahuan.
PENDIDIKAN ISLAM SEBELUM PERIODE
MADRASAH
Pendahuluan
Dalam sejarah awal perkembangan islam pendidikan islam sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah merupakan upaya pembebasan manusia dari belenggu akidah ayang sesat yang dianut oleh kelompok Quraisy dan upaya pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan suatu kelompok terhadap kelompom lain yang dipandang rendah status sosialnya. Tauhid merupakan salah satu nilai pokok dalam pendidikan masa itu, karena dengan menginternalisasikan nilai keimanan berdasarkan tauhid segala kepercayaan yang sesat itu dapat dibersihkan dari jiwa manusia.
Seiring berjalannya waktu, sebelum pendidikan islam menuju pada masa madrasah. Sejarah pendidikan islam mengalami masa pada periode sebelum adanya madrasah. Di mana pada waktu itu banyak berdiri kuttab, rumah, masjid, halaqah, perpustakaan, salon kesustraan dan sebagainya.
Munculnya lembaga-lembaga pendidikan non-formal sebelum periode madrasah tersebut diatas memperlihatkan adanya kepedulian terhadap pentingnya pendidikan bagi warga masyarakat juga menunjukkan adanya dinamika pendidikan islam yang amat dinamis, serta menunjukkan sebuah model pendidikan ayang demokratis, bebas terkendali, bahkan juga toleransi.a hal ini misalnya terlihat pada tata krama dan tradisi, intelektual yang terjadi di halaqah. Dari sudut tata krama yang mengajarkan bahwa seseorang yang memandang tamu ke rumahnya harus menyediakan makanan dan minuman, maka ini dapat berarti bahwa aahalaqoh-halaqoh berlangsung di rumah-rumah itu tertentu berukuran kecil. Mengenai waktu dan gambaran penyelenggaraan halaqoh ditemukan contoh praktis. Ibnu Sina misalnya menyelenggarakan halaqoh mulai dari waktu fajar hingga pertengahan waktu pagi. Demikian pula al-Ghazali setelah uzlah, ia mendirikan sebuah halaqoh para ilmuan dirumahnya yagn memperoleh perhatian secara pribadi.
Pada makalah ini akan menjelaskan tentang lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah hingga menuju pada seluk beluknya. Sehingga diharapkan akan mengantarkan pengetahuan tentang pendidikan islam pada masa tersebut.
Pembahasan
Lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah
Pada
umumnya lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah atau disebut
juga masa klasik, diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan.
Dalam hal ini kurikulumnya meliputi pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
Atas dasar ini, lembaga pendidikan islam di masa klasik menurut Charles Michael
Stanton digolongkan ke dalam dua bentuk yaitu lembaga pendidikan formal dan non
formal, dimana yang pertama mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan yang kedua
mengajarkan pengetahuan umum, termasuk filsafat. Sementara George Maksidi dalam
hal yang sama menyebutkan sebagai lembaga pendidikan eksklusif (tertutup) dan
lembaga pendidikan inklusif (terbuka). Tertutup artinya hanya mengajarkan
pengetahuan agama dan yang terbuka artinya menawarkan pengeatahuan umum.
Lembaga-lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah adalah sebagai berikut:
1. Kuttab Atau Maktab
Lembaga-lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah adalah sebagai berikut:
1. Kuttab Atau Maktab
Kuttab
atau maktab berasal dari kata dasar yang sama yaitu kataba yang artinya
menulis. Sedangkan Kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat
dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para ahli sejarah
pendidikan islam sepakat bahwa keduanya merupakan istilah yang sama dalam arti
lembaga pendidikan islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis,
kemudian meningkat kepada pengajaran al-Qur’an dan pengetahuan agama tingkat
dasar. Namun Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah
istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah untuk zaman modern.
Philips
K Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di kuttab berorientasi kepada
al-Quraa’an sebagai suatu texbook. Hal ini mencakup pengajaran membaca dan
menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab, sejarah nabi, khususnya yang
berkaitan dengan nabi Muhammad SAW, mengenai kurikulum ini Ahmad Amin pun
menyepakatinya.
Berkembangnya pengajaran di kuttab yang mulai mengajarkan pengetahuan umum disamping ilmu agama. Hala ini merupakan akibat dari adanya persentuhan antara islam dengan warisan budaya Helenisme, sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang kurikulum pendidikan islam. Bahkan dalam perkembnangan berikutnya kuttab dibedakan menjadi dua yaitu akuttab yang mengajarkan pengetahauan non agama (seculer learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religius learning)
Berkembangnya pengajaran di kuttab yang mulai mengajarkan pengetahuan umum disamping ilmu agama. Hala ini merupakan akibat dari adanya persentuhan antara islam dengan warisan budaya Helenisme, sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang kurikulum pendidikan islam. Bahkan dalam perkembnangan berikutnya kuttab dibedakan menjadi dua yaitu akuttab yang mengajarkan pengetahauan non agama (seculer learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religius learning)
Dengan
adanya kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal perkembangan
merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan
dengan peradaban Helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap
pengetahuan umum termasuk filsafat.
2.
Rumah
Rumah
disini yang dimaksud adalah rumah-rumah ulama. Rumah ulama memberikan peranan
penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai
transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid
dibangun, ketika Rosul di Mekkah beliau menggunakan rumah al-Arqam sebagai
tempat memberi pealajaran bagi kaum muslimin. Selain itu juga menggunakan rumah
beliau sebagai temapta berkumpul untuk belajar islam. Walaupun rumah bukanlah
tempat yang ideal memberikan pelajaran namun banyak rumah ulama yang dipakai
sebagai tempat belajar.
Belajar
di rumah-rumah ulama merupakan fenomena umum di masyarakat islam. Hal ini
menunjukkan tidak ada rasa terganggu atau berat hati bila rumah mereka dipakai
untuk tempat belajar. Mereka justru bangga karena pelajar-pelajar datang
kerumah mereka untuk bertanya dan belajar. Diadakannya pengajaran dan
perdebatan ilmiah dirumah-rumah tidak lain adalah karena terpaksa atau darurat.
Ulama-ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar dilembaga formal akan
mengajar dirumah mereka.
3.
Masjid
Sejak
masa nabi, masjid mempunyai peran penting masyarakat islam yang berfungsi
sebagai tempat bersosialisasia, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Oleh
karena itu ketika nabi hijrah ke Madinah maka sarana yang pertama kali beliau
bangun adalah masjid.
Pembangunan
masjid selalu mendapat perhatian ulama sehingga umat islam berhasil menguasai
wilayah.
Lembaga
pendidikan amasjid tersebar ke plosok wilayah islam, dari India disebelah timur
sampai Spanyol di belahan barat. Dengan demikian begitu maraknya pendidikan
islam pada masa klasik, khususnya masa keemasan pendidikan islam. Adapun
masjid-masjid yang menjadi pusat perhatian dan kebanggan adalah masjid jami’
yang ada dikota-kota besar seperti Bagdad, Damaskus, Kairo.
4.
Majlis
Istilah
majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam. Misalnya, ia
merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan
berikutnya di saat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis
berarti sesi di masa aktifitas pengajaran atau diskusi berlangsung dan
belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktifitas pengajaran, sebagai
contoh, majlis al-Nabawi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh nabi,a atau
majlisal-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan fiqih Imam Syafi’i.
Seiring
dengan perkembangan pengetahuan dalam islam majlis digunakan sebagai kegiatan
transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin
Ahmed ada tujuh macam majlis, sebagai berikut
a)
Majlis al-Hadis
Majlis ini diselenggarakan oleh
ulama atau guru yang ahli dalam bidang hadis. Ulama tersebut membentuk majlis
untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya. Majlis ini bisa berlangsung
antara 20-30 tahun dan jumlahnya peserta yang mengikuti majlis ini dapat
mencapai ratusan ribu orang, seperti majlis yabng disampaikan oleh Ashim ibn
Ali di masjid al-Rusafa diikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang.
b)
Majlis al-Tadris
Majlis ini merujuk kepada majlis
selain daripada hadis seperti majlis fiqih, majlis nahwu atau majlis kalam.
Dalam artian majlis ini tidak hanya mengkaji pada displin ilmu tentang hadits
akan tetapi mencakup hingga pada kajian tentang fiqih, nahwu, ilmu kalam dan
sebagainya.
c)
Majlis al-Munazharab
Majlis ini dipergunakan sebagai
sarana untuk perdebatan mengenai suatu masalah oelh para ulama. Menurut
Syalabi, khalifah Muawiyyah sering mengundang para ulama untuk berdiskusi
diistananya, demikian jauga khalifah al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyyah. Diluar
istana majlis ini ada yang dilaksanakan secara continue dan spontanitas, bahkan
ada yang berupa kontes terbuka dikalangan ulama. Untuk model ini biasanya hanya
dipakai untuk mencari popularitas ulama saja.
Ada beberapa macam majlis
al-Munazharah yaitu:
1.
Majlis al-Munazharah yang diselenggarakan atas
perintah khalifah.
2.
Majlis al-Munazharah yang lebih bersifat edukatif
dan dilaksanakan secara kontinue
3. Majlis
al-Munazharah yang diselenggarakan secara spontan. Pertemuan ini terjadi secara
tidak sengaja.
4. Majlis
al-Munazharah yang bersifat seperti kontex terbuka antara beberapa ulama yang
diselenggarakan dengan mengumpulkan beberapa ulama.
d) Majlis
al-Muzakarah
Majlis ini merupakan inovasi
murid-murid yang belajar hadis. Majlis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk
berkumpul dan saling mengingat dan mengulang pelajaran yang sudah diberikan
sambil menunggu kehadiran guru. Pada perkembangan berikutnya majlis
al-Muzakarah ini dibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan yaitu meliputi
sanad hadis, materi hadis, perawi hadis, hadis-hadis dho’if, korelasi hadis
dengan bidang ilmu tertentu, serta tentang kitab-kitab musnad.
d)
Majlis al-Syu’ara
Majlis ini adalah lembaga untuk
belajar syair dan juga sering di pakai untuk kontes para ahli syair.
e)
Majlis Adab
Majlis ini adalah tempat untuk
membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah dan laporan bersejarah bagi
orang-orang yang terkenal.
f)
Majlis al-Fatwa dan Nazar
Majlis ini merupakan sarana
pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian
difatwakan. Disebut juga majlis ini adalah perdebatan antara ulama fiqih atau
hukum islam.
5. Halaqoh
Halaqoh artinya adalah lingkaran.
Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan dimana murid-murid
melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membaca
karangannya atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan
halaqah ini bisa terjadi di masjid atau dirumah-rumah.
Sistem halaqoh tidak mengenal sistem klasik, semua umur dan jenjang berkumpul bersama untuk mendengarkan penjelasan guru. Jadi tidak dibedakan antara usia dan jenjang pendidikannya.
Sistem halaqoh tidak mengenal sistem klasik, semua umur dan jenjang berkumpul bersama untuk mendengarkan penjelasan guru. Jadi tidak dibedakan antara usia dan jenjang pendidikannya.
6. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan tempat
dimana terdapat kumpulan-kumpulan atau koleksi buku yang dapat dibaca-baca
bahkan dipinjam. Perpustakaan berkembang luas pada masa Abbasiyyah, baik
perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi. Faktor-faktor ayangb menyebabkan
perkembangan itu antara lain ialah meluasnya penggunaan kertas untuk menyalin
kitab-kitab, bermunculnya para penyalin kitab, dan berkembangnya halaqoh para
sastarawan dan ulama. Disamping itu, penghargaan terhadap ilmu mendorong kaum
muslimin untuk membeli kitab-kitab dari berbagai negeri. Dengan demikian
perpustakaan menjadi pusat pendidikan dan kebuadayaan islam yang sangat penting.
Beberapa perpustakaan umum yang
terkenal ialah perpustakaan Bayt al-Hikmah di Bagdad yang didirikan oleh
Khalifah Harun al-Rasyid dan berkembang pesat pada masa Khalifah al-Makmun,
perpustakaan Bayt al-Hikmah di Ruqadah, Afrika Utara yang didirikan oleh Ibrahim
II dari Dinasti Aghlabi, seorang amir yang sangat cinta kepada ilmu dan pendiri
kota raqadah pada tahun 264H/878H. Perpustakaan Dar al-Hikmah Cairo yang
didirikan oleh al-Hikmah bin Amrillah pada tahun 395H.
Disamping perpustakaan umum terdapat pula perpustakaan khusus yang didirikan oleh para Amir di istana dan ulama dirumah mereka. Jumlah perpustakaan pribadi ini tidak terhitung. Semua ini menunjukkan bahwa kaum muslimin menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu.
Disamping perpustakaan umum terdapat pula perpustakaan khusus yang didirikan oleh para Amir di istana dan ulama dirumah mereka. Jumlah perpustakaan pribadi ini tidak terhitung. Semua ini menunjukkan bahwa kaum muslimin menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu.
7. Salon
kesusasteraan
Salon kesusasteraan adalah suatu
majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai mecem ilmu
pengatahuan. Majlis ini bermula sejak zaman Khulafaurrasyidin yang biasanya
memberikan fatwa dan musywarah serta diskusi dengan para sahabat untuk memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Dalam majlis sastra tersebut
bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-masalah kesusasteraan saja
melainkan berbagai macam ilmu pengatahuan dan berbagai kesenian.
8. Khan
Khan berfungsi sebagai penyimpanan
barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki
banyak toko. Seperti Khan al-Narsi yang berlokasi di Alun-alun Karkh di Bagdad,
selain itu khan juga berfungsi sebagai sarana untuk murid-murid dari luar kota
yang hendak belajar hukum islam disuatu majlis seprti khan yang dibangun oleh
Di’lij ibn Ahmad Ibn Di’jil pada akhir abad ke 10M di Suwaiqat Ghalib dekat
makam Suraij. Diamping fungsi diatas khan juga digunakan sebagai sarana untuk
belajar privat.
9. Ribath
Ribath adalah tempat kegiatan
kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan
mengkonsentrasikan diri untuk ibadah semata-mata. Ribath biasanya dihuni oleh
sejumlah orang-orang miskin. Mereka bersama-sama melakukan praktik-praktik
sufistik. Disamping melakukan praktek sufistik, mereka juga memberi perhatian
kepada kegiatan keilmuwan. Pada umunya ribath dibangun untuk sufi laki-laki,
tetapi ada juga ribath yang dibangun untuk sufi wanita dimana mereka bertempat
tinggal, beribadah dan mengajarkan pelajaran agama didalamnya.
Faktor munculnya lembaga pendidikan non formal sebelum periode madrasah
Pendidikan islam dalam sejarah tercatat terbagi menjadi beberapa periode: yaitu salah satunya adalah pada periode sebelum madrasah. Tercatat banyak sekali berdiri berbagai macam lembaga-lembaga pendidikan pada saat itu. Beberapa faktor yang mendorong munculnya lembaga-lembaga tersebut adalah antara lain:
Pertama, terdorong oleh motivasi-motivasi untuk mengembangkan keilmuan. Kaum muslimin pada masa awal membutuhkan pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga butuh keterampilan membaca dan menulis, Ibnu Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki.
Faktor munculnya lembaga pendidikan non formal sebelum periode madrasah
Pendidikan islam dalam sejarah tercatat terbagi menjadi beberapa periode: yaitu salah satunya adalah pada periode sebelum madrasah. Tercatat banyak sekali berdiri berbagai macam lembaga-lembaga pendidikan pada saat itu. Beberapa faktor yang mendorong munculnya lembaga-lembaga tersebut adalah antara lain:
Pertama, terdorong oleh motivasi-motivasi untuk mengembangkan keilmuan. Kaum muslimin pada masa awal membutuhkan pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga butuh keterampilan membaca dan menulis, Ibnu Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki.
Kedua, terdorong berkembangnya
kebutuhan pada masa awal islam untuk mendakwahkan islam, karena itu sasaran pun
pada mulanya ditujukan untuk orang-orang dewasa. Menjadi semakin meluas
tingkatan usianya, sehingga sampai pada usia anak-anak.
Pada sejarah perkembangan islam
sbelum pendidikan islam menuju pada periode pendidikan islam di madrasah.
Pendidikan islam melalui masa periode pra madrasah yang mana pada masa ini
banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan islam, yaitu Kuttab atau Maktab,
Rumah, Masjid, Majlis, Halaqoh, Perpustakaan, salon kesusasteraan, ribath dan
khan.
Faktor yang mendorong munculnya
lembaga-lembaga tersebut yaitu dikarenakan oleh fakator motifasi demi
berkembangnya keilmuan dan terdorong oleh berkembangnya kebutuhan pada masa
awal islam untuk mendakwahkan islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar sahabat sangat membantu untuk perkembangan di blogs kami
berikanlah komentar yang membangun