Ada yang menarik perhatian ketika Anda melewati daerah Pasar Ikan
Jakarta Utara. Beberapa meter di selatan Museun Bahari yang masih
merupakan kompleks Westzijdsche Pakhuizen, terdapat bangunan menjulang
setinggi 12 meter dengan lebar 4 x 8 meter. Bentuk bangunan pun agak
sedikit unik karena bangunan tua itu agak sedikit miring dan berdenah
persegi – empat. Ternyata bangunan tua itu bernama Menara Syahbandar
yang dahulunya pernah menjadi titik 0 kilometer kota Jakarta.
Menara Syahbandar pertama kali dibangun pada tahun 1640. Menara ini
mempunyai fungsi sebagai de uitkijk atau menara peninjau, baik itu
mengawasi keadaan di pelabuhan Sunda Kelapa, mengawasi laut lepas di
utara Jakarta, maupun untuk memantau kota Batavia di selatannya. Pada
tahun 1839, de uitkijk melalukan perombakan hingga memiliki bentuknya
seperti yang terlihat sekarang ini. Dihadapan menara ini juga dibangun
dua gedung untuk proses pengurusan administrasi perniagaan sebelum
rempah-rempah dikirim ke negara-negara Eropa. Menara ini sempat
dijadikan sebagai kantor Komseko ( Komando Sektor Kepolisian). Menara
Syahbandar ini dikelilingi oleh tembok tebal yang merupakan dinding dari
bastion Kasteel Batavia. Pada tembok ini juga terpasang dua buah meriam
yang menghadap ke arah muara sungai Ciliwung.
Ketika memasuki menara Syahbandar ini, tepat berada di bawah tangga
terdapat sebuah prasasti bertulisan Cina yang berbunyi “Batas Titik.”
Tempat di mana prasasti itu berada diduga merupakan titik meridien atau
titik pusat Kota Batavia. Prasasti di tugu yang ditandatangani Gubernur
Jakarta Ali Sadikin tahun 1977 itu dijadikan penanda Kilometer 0 di
masa lalu. Memang, secara geografis, Menara Syahbandar di masa silam
menjadi patokan titik 0 Kota Jakarta. Karena di lokasi tersebut menjadi
titik awal berkembangnya Kota Jakarta. Akan tetapi, kemudian titik
Kilometer 0 dipindah ke Monumen Nasional.
Ada tiga ruangan yang ada di dalam menara. Sebuah ruangan di lantai
dasar, sebuah ruangan di bagian tengah, dan sebuah ruangan lagi di
bagian atas. Di bagian bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulunya
digunakan sebagai penjara. Dari atas bangunan yang pernah menjadi
bangunan tertinggi pada abad ke-18 ini, Anda bisa melihat sekeliling
dengan leluasa. Barisan perahu-perahu phinisi nampak rapi berderet di
pelabuhan Sunda Kelapa. Kafe galangan VOC yang memang dulunya merupakan
galangan kapal juga nampak dengan jelas dari Menara Syahbandar ini.
Salah satu keunikan dari Menara Syahbandar adalah kemiringannya.
Mirip dengan Menara Pisa yang berada di Italia, yang berdiri miring
beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Pada saat pengukuran tahun
2001, sudut kemiringan menara yang dibangun pada 1839 itu baru mencapai
2°15′54″ ke arah selatan dan 0°15′58″ ke arah barat, tapi sekarang
mungkin sudah lebih miring lagi. Hal ini disebabkan oleh kondisi fondasi
dan tanah yang labil dan daerah menara Syahbandar ini merupakan akses
jalur yang sering di lewati truk – truk. Kalau dua atau tiga kontainer
yang memuat alat-alat berat melewati jalan di depan menara, getarannya
bakalan sangat terasa oleh orang-orang yang berada dalam menara. Itulah
yang membuat Menara Syahbandar menjadi miring.
Pada tahun 1967 dengan diresmikannya pelabuhan Sunda Kelapa maka praktis menara pengawas ini tidak difungsikan lagi bagi kegiatan pelabuhan. Namun daya tarik menara Syahbandar ini masih ada. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang berdatangan untuk sekedar melihat Menara Syahbandar ini.
Pada tahun 1967 dengan diresmikannya pelabuhan Sunda Kelapa maka praktis menara pengawas ini tidak difungsikan lagi bagi kegiatan pelabuhan. Namun daya tarik menara Syahbandar ini masih ada. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang berdatangan untuk sekedar melihat Menara Syahbandar ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar sahabat sangat membantu untuk perkembangan di blogs kami
berikanlah komentar yang membangun